Komputer kuantum adalah alat yang
menggunakan prinsip-prinsip teori kuantum untuk mengolah informasi. Teori
kuantum dalam fisika mencoba menjelaskan perilaku objek-objek yang sangat
kecil, seperti molekul, atom, dan partikel. Dunia mikroskopis ini sangat
berbeda dengan dunia makroskopis sehari-hari. Dalam dunia kuantum, materi dapat
berperilaku seperti partikel dan gelombang. Hal ini disebut dualisme
partikel-gelombang yang merupakan salah satu keunikan dari teori kuantum.
Untuk menggambarkan perbedaan partikel
dan gelombang, bayangkan ada seutas tali dan beberapa kelereng kecil yang
dilubangi di kedua sisinya yang dapat digunakan untuk memasukkan tali tersebut.
Sekarang, kita memiliki sejumlah kelereng yang dapat meluncur dengan bebas di
antara tali. Pada setiap saat, kita dapat menyatakan dengan pasti di mana
posisi kelereng di tali. Fisikawan menyebut bahwa kelereng tersebut
terlokalisasi. Dalam hal ini, kelereng-kelereng itu berperilaku seperti
partikel.
Selanjutnya, kita lepaskan
kelereng-kelereng tadi dari tali dan kita ikat salah satu ujung dari tali ke
dinding. Ujung tali yang lain kita pegang dan ayun ke atas dan ke bawah. Maka,
kita akan mendapatkan gelombang yang merambat dari satu ujung tali ke ujung
lainnya. Kita tidak dapat mengatakan posisi pasti si gelombang, kita hanya tahu
bahwa gelombang terdapat di sepanjang tali tersebut.
Kemampuan partikel yang dapat
berperilaku seperti gelombang ini membuat partikel dapat berada di lebih dari
satu state (keadaan) dalam suatu waktu. Fenomena ini disebut sebagai
superposisi kuantum. Konsekuensi dari kemungkinan ini seringkali sulit dipahami
oleh banyak orang. Kita ambil contoh, sakelar lampu yang dipakai sehari-hari
dapat berada dalam keadaan on (hidup) atau off (mati).
Namun, ketika sakelar diciutkan ke skala atomik, sakelar kuantum tidak hanya
dapat berada di keadaan on atau off, tetapi juga di keadaan
campuran (mixed states) yang merupakan kombinasi on dan off secara
bersamaan.
Komputer kuantum dapat memproses
semua jenis informasi yang diproses komputer klasik. Sebagai tambahannya,
komputer kuantum dapat menggunakan sifat unik (dan aneh) superposisi kuantum
untuk melakukan komputasi yang tidak dapat dilakukan oleh komputer klasik.
Sejarah Komputer Kuantum
Gordon Moore, salah satu pendiri
Intel, di tahun 1960-an menyatakan bahwa jumlah transistor yang dapat dibuat
dalam satu mikroprosesor akan menjadi dua kali lipat setiap 18 bulan.
Pernyataan ini terkenal sebagai hukum Moore. Implikasi dari hukum Moore ini
adalah kita dapat terus meningkatkan kemampuan chip komputer dengan
cara menjejalkan transistor yang lebih banyak ke dalamnya. Hukum Moore terbukti
merupakan penanda yang akurat bagi perkembangan industri komputer selama
beberapa dekade belakangan.
Intel dan perusahaan komputer
lainnya mengalokasikan sumber daya yang sangat besar dalam riset untuk
memastikan bahwa hukum Moore tetap berlaku, sampai batas fisik absolut
tercapai. Tetapi, ada beberapa konsekuensi yang timbul dari hukum Moore.
Seiring dengan menyusutnya ukuran transistor dan chip, jumlah panas yang
dihasilkan dalam chipkomputer meningkat dan ada biaya yang sangat besar
untuk menghilangkan panas yang berpotensi merusak chip. Biaya ini tentu
saja menghambat perkembangan kemampuan komputer konvensional. Industri komputer
khawatir jika biaya penghilangan panas ini menjadi biaya utama dalam
memproduksi komputer di masa depan.
Hal lain yang menjadi perhatian
adalah jika ukuran chip mencapai skala nanometer (satu per triliun
meter), efek kuantum menjadi penting dan akan berpotensi sebagai sumber kesalahan
dalam komputasi. Implikasinya adalah akan sulit untuk membuat chip yang
bekerja dengan benar. Di sinilah ilmuwan mulai berimajinasi tentang adanya
komputer kuantum.
Konsep awal tentang komputer yang
beroperasi berdasarkan teori kuantum pertama kali diajukan oleh fisikawan
legendaris Amerika, Richard Feynman, pada tahun 1980-an. Feynman menyadari
komputer klasik tidaklah efisien ketika dipakai untuk mensimulasikan dinamika
sistem kuantum. Hal ini menyiratkan pula bahwa ketika komputer konvensional dipakai
untuk melakukan simulasi dalam bidang seperti kimia kuantum, fisika material
terkondensasi, atau desain obat-obatan, dibutuhkan kekuatan komputasi yang
sangat besar.
Richard Feynman mengajukan
hipotesis jika sebuah komputer generasi baru yang beroperasi berdasarkan fisika
kuantum akan bekerja secara lebih efisien dibandingkan dengan komputer klasik.
Hipotesis Feynman saat itu belum dapat dibuktikannya sendiri. Namun, hal ini
telah membukakan pintu untuk eksplorasi potensi kemampuan komputer yang berdasarkan
prinsip-prinsip teori kuantum. Dari sini dimulailah cerita eksplorasi komputer
kuantum. Sebagai contoh, pada awal tahun 1990-an, David Deutsch, seorang
fisikawan dari Inggris, dan Richard Josza, seorang fisikawan dari Amerika
Serikat, mengajukan algoritma kuantum untuk pertama kalinya [Deutsch dan Josza,
1992].
Algoritma kuantum Deutsch-Jozsa
dapat dianalogikan dari cerita berikut ini. Misalkan kita hendak membuat
sakelar lampu untuk sebuah kamar mandi. Kita memutuskan bahwa sakelar tersebut
ditempatkan di luar kamar mandi, di samping pintu kamar mandi. Tetapi, kita
curiga bahwa rangkaian sakelar yang dipasang tukang listrik yang kita bayar
tidak bekerja dengan benar yang menyebabkan lampu kamar mandi selalu hidup atau
selalu mati, tidak peduli dengan posisi sakelar.
Untuk memeriksa apakah sakelar
memang bekerja atau tidak, kita harus mengubah posisi sakelar dua kali
(sekali ondan sekali off) dan melihat ke dalam kamar mandi setiap
posisi sakelar berubah. Deutsch dan Josza menemukan algoritma kuantum yang
secara menakjubkan hanya memerlukan seseorang untuk melihat ke dalam kamar
mandi sekali saja untuk menentukan rangkaian saklar bekerja atau tidak.
Riset dalam bidang komputer
kuantum mulai berkembang dengan cepat ketika riset Deutsch dan Josza diikuti
oleh penemuan algoritma kuantum lainnya dari fisikawan Amerika, Peter Shor.
Algoritma Shor dapat menemukan faktor prima dari bilangan bulat yang sangat
besar (sampai ratusan digit) [Shor, 1999]. Implikasi dari ditemukannya
algoritma ini mempengaruhi banyak bidang, seperti dalam hal keamanan internet
dan transaksi online.
Sebagian besar skema kriptografi
yang digunakan sekarang bergantung kepada fakta bahwa komputer konvensional
memerlukan waktu jutaan tahun untuk menemukan faktor prima dari bilangan yang
sangat besar yang digunakan untuk memecahkan kode kriptografi. Namun, komputer
kuantum dengan algoritma Shor dapat dengan mudah dan cepat memecahkan kode
tersebut.
Perkembangan lainnya adalah
ditemukannya algoritma kuantum untuk mencari data tertentu dalam database yang
sangat besar oleh Lev Grover. Algoritma Grover membuat komputer kuantum dapat
mencari informasi penting jauh lebih cepat dari komputer klasik [Grover, 1996].
Merealisasikan Komputer Kuantum
Dalam komputer konvensional,
informasi disampaikan sebagai bilangan biner, 0 atau 1, yang disebut bit.
Sementara itu, komputer kuantum menggunakan qubit (quantum bit) yang
dapat berada dalam keadaan 0, 1, atau superposisi 0 dan 1.
Untuk membuat komputer kuantum,
kita membutuhkan sejumlah besar qubit yang dapat bekerja bersama-sama
secara terkontrol untuk melakukan komputasi. Qubit bisa dibuat dari
foton, atom, elektron, molekul atau objek kuantum lainnya, yakni setiap objek
yang sifat dualisme partikel dan gelombangnya cukup kentara. Sayangnya, qubit sangat
susah untuk dimanipulasi karena keadaan superposisi kuantum dari qubit dengan
mudah dihancurkan dengan sedikit gangguan saja. Fenomena terkait hal ini
dikenal sebagai decoherence, yang membuat qubit tidak dapat
bekerja sebagaimana harusnya. Nah, riset untuk membuat komputer kuantum
pada masa sekarang ini banyak difokuskan untuk menghilangkan decoherence tersebut.
Komputer kuantum secara nyata dan
fisik yang layaknya komputer konvensional memang belum benar-benar hadir di
hadapan kita. Tetapi, para fisikawan optimistis, dengan algoritma kuantum yang
sudah mapan disertai perkembangan peralatan eksperimen, mudah-mudahan komputer
kuantum komersial bisa segera kita nikmati. Faktanya, saat ini bahkan sudah ada
perusahaan bernama D-wave (http://www.dwavesys.com/)
yang mulai mengomersialkan desain komputer kuantum dan algoritma kuantum.
Selain itu, ada Alibaba, Google, dan Microsoft yang secara independen masuk
investasi serta riset ke arah komersialisasi komputer kuantum. Tentunya kita
berharap akan ada orang Indonesia pula yang turut berkontribusi dalam bidang
ini.